Telusur

Sunday 7 March 2010

Tahapan Perkembangan Individu

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Membicarakan tahapan perkembangan individu berarti membicarakan proses-proses perubahan yang terjadi mengiringi pertumbuhan dan perkembangan itu sendiri. Tahapan menunjukkan bagian dari perkembangan (pertumbuhan) yang bermula dari ada kemudian akan berakhir atau dengan kata lain ada awal dan ada akhirnya. Dapat juga dikatakan tahapan berarti tingkatan atau jenjang. Dengan demikian maka setiap individu dalam kehidupannya dari waktu ke waktu terjadi suatu proses peningkatan, baik dalam soal fisik jasmani ataupun psikis rohani.

Dalam rana tersebut di atas, para pakar memilah-milah perkembangan individu kedalam beberapa tahapan baik yang bersifat jasmani maupun yang bersifat rohani. Sebagian ahli berpendapat, bahwa secara global tahap perkembangan individu sampai menjadi person (dirinya sendiri) berlangsung dalam tiga tahapan. Sementara pendapat lain mengatakan, dari lahir sampai dewasa individu melewati empat tahapan. Bahkan ada lagi pendapat yang mengatakan bahwa tahapan perkembangan individu itu lebih dari yang disebutkan di atas. Pendapat pertama disampaikan antara lain oleh Aristoteles dan Robert Havigurst. Sedangkan pendapat kedua disampaikan oleh Kretsmer dan Piaget.

Elizabeth B. Hurlock (Muhibin Syah; 1995: 47) menyebutnya dengan istilah “stage in the life span” (tingkatan-tingkatan dalam rentang waktu kehidupan) bagi seluruh proses perkembangan individu. Menurutnya life span ini berlangsung dalam 10 tingkatan atau fase, bermula dari parental period (masa sebelum lahir) sampai old age (masa tua).

Keseluruhan pandangan tersebut, dikemukakan beradasarkan pada analisa dan argumentasi masing-masing para ahli, baik dari sudut pandang biologis, psikologis maupun diktatitis. Sehingga memunculkan pandangan yang berbeda-beda terhadap tahap-tahap perkembangan yang dilalui individu. Terlepas dari perbedaan pentahapan di atas, yang pasti adalah bahwa setiap individu dalam kehidupannya mengalami proses perkembangan yang berbeda antara satu individu dengan individu lainnya.

Tahap-Tahap Perkembangan Individu

Tahap-tahap perkembangan atau disebut juga fase perkembangan, terkait dengan rentang perjalanan hidup individu, terjadi perbedaan pendapat oleh para ahli sebagaimana disajikan pada bab pendahuluan. Namun secara garis besar pendapat-pendapat tersebut dapat dikelompokkan dalam tiga sudut pandang, yaitu biologis, psikologis dan didaktis.

1. Perkembangan secara biologis

Dalam analisis biologis, Aristoteles menggambarkan perkembangan individu, sejak anak sampai dewasa dilalui dalam tiga tahapan, yaitu; Tahap I; dari 0,0 sampai 7,0 tahun (masa anak kecil/masa bermain). Tahap II; dari 7,0 sampai 14,0 tahun (masa anak, masa sekolah rendah). Dan tahap III; dari 14,0 sampai 21,0 tahun (masa remaja/pubertas, masa peralihan dari usia anak menjadi orang dewasa). (Yusuf L.N, 2007: 20, Nukman, 2006; 83)

Dalam pembagian tersebut, Aristoteles membatasis setiap tahapan lamanya 7 tahun. Tahap I ke tahap II dibatasi oleh pergantian gigi; antara tahap II dan tahap III ditandai dengan mulai berfungsinya organ-organ seksual atau adanya gejala-gejala pubertas.

Berbeda dengan Aristoteles, Kretscmer menyatakan dari lahir sampai dewasa individu melewati empat tahapan. Tahap I : dari 0,0 sampai kira-kira 3,0 tahun; Fullungs (pengisian) periode I; pada fase ini anak kelihatan gemuk pendek. Tahap II: dari kira-kira 3,0 sampai kira-kira 7,0 tahun; Streckungs (rentangan) periode I, pada periode ini anak kelihatan langsing (memanjang/meninggi). Tahap III: dari kira-kira 7,0 sampai kira-kira 13,0 tahun; Fullungs periode II; pada masa ini anak kelihatan pendek gemuk kembali. Dan tahap IV : dari kira-kira 13,0 sampai kira-kira 20,0 tahun; Streckungs periode II; pada periode ini anak kembali kelihatan langsing.

Tampak bahwa Kretscmer dalam pembagian tahapan perkembangan individu di atas berbeda dengan Aristoteles dalam menentukan batas waktu antara satu fase dengan fase yang lain. Menurut Kretscmer, setiap individu akan mengalami 2 kali masa pengisian dan masa rentang namun dalam periode waktu yang berbeda.

Lebih jelas Elizabeth B. Hurlock (Terjemah, 1980; 280) menyatakan bahwa periode perkembangan pertama dalam rentang kehidupan ini merupakan periode yang paling singkat dari seluruh periode perkembangan. Namun dalam banyak hal periode ini penting atau bahkan yang terpenting dari semua periode.

Hurlock mengemukakan, setiap individu akan mengalami tahap-tahap perkembangan sebagaimana dirinci Yusuf L.N. (2007) sebagai berikut: Tahap I : Fase Prenatal (sebelum lahir), mulai masa konsepsi sampai proses kelahiran, yaitu sekitar 9 bulan atau 280 hari. Tahap II : Infancy (orok), mulai lahir sampai usia 10 atau 14 hari. Tahap III : Babyhood (bayi), mulai dari 2 minggu sampai usia 2 tahun. Tahap IV : Childhood (kanak-kanak), mulai 2 tahun sampai masa remaja (puber). Tahap V : Adolesens/puberty, mulai usia 11 atau 13 tahun sampai usia 21 tahun. Pada masa ini terjadi perbedaan antara pria dan wanita yaitu: (a) Pre Adolesence, umumnya pada wanita usia 11-13 tahun sedangkan pria lebih lambat dari itu; (b) Early Adolesence, pada usia 16-17 tahun; (c) Late Adolesence, masa perkembangan yang terakhir sampai masa usia kuliah di perguruan tinggi.

2. Perkembangan secara psikologis

Para ahli berpendapat bahwa pada umumnya setiap individu mengalami masa-masa kegoncangan dalam rentang kehidupannya paling tidak dua kali yaitu, (a) pada kira-kira tahun ketiga atau ke empat, dan (b) pada permulaan masa pubertas. Berdasarkan hal tersebut perkembangan individu digambarkan melewati tiga periode atau masa, yaitu: 1) dari lahir sampai masa kegoncangan pertama (tahun ketiga atau keempat yang biasa disebut masa kanak-kanak, 2) dari masa kegoncangan pertama sampai pada masa kegoncangan kedua yang biasa disebut masa keserasian bersekolah, dan 3) dari masa kegoncangan kedua sampai akhir masa remaja yang biasa disebut masa kematangan.( Yusuf L.N, 2007; 22-23)

Dalam konteks tersebut Hurlock (Terjemah, 1980; 8) menyatakan, ada bukti yang kuat bahwa setiap setiap periode dalam rentang kehidupan dihubungkan dengan resiko perkembangan tertentu – entah berasal dari fisik, psikologis atau lingkungan – maupun masalah-masalah penyesuaian yang tak dapat dihindari.

Lebih lanjut Hurlock menegaskan, yang penting bagi mereka yang bertugas melatih anak-anak hendaknya sadar akan resiko yang biasanya terdapat pada setiap periode rentang kehidupan. Kesadaran demikian memungkinkan untuk mencegah atau sekurang-kurangnya mengurangi resiko tersebut. Demikian pula halnya dengan usia-usia berikutnya, khususnya usia pertengahan dan usia lanjut. Hal ini penting karena cara yang dipakai untuk mengatasi resiko ini mempunyai dampak yang besar terhadap penyesuaian pribadi maupun penyesuaian sosial mereka.

3. Perkembangan secara diktatis

Penahapan perkembangan individu berdasarkan ranah diktatis ini merujuk pada beberapa kemungkinan, yaitu: (1) apa yang harus diberikan kepada anak didik pada masa-masa tertentu; (2) bagaimana caranya mengajar atau menyajikan pengalaman belajar kepada anak didik pada masa-masa tertentu; (3) Kedua hal tersebut dilakukan secara bersamaan. (Yusuf L.N., 2007; 21)

Dipandang dari segi pendidikan untuk individu, Comenius (Yusuf L.N., 2007; 22) merinci menjadi 4 masa atau tahapan perkembangan yaitu: a) usia 0,0 sampai 6,0 tahun : masa sekolah ibu (scola maternal), b) usia 6,0 tahun sampai 12,0 tahun: sekolah bahasa ibu (scola vernaculan), c) usia 12,0 sampai 18,0 tahun: sekolah latin (scola latina), dan d) untuk usia 18,0 sampai 24,0 tahun: akademi (academica). Pada setiap sekolah tersebut harus diberikan bahan pengajaran yang sesuai dengan perkembangan anak didik, dan harus digunakan metode penyampaian yang sesuai dengan perkembangannya.

Senada dengan itu, Rosseau (Yusuf L.N., 2007; 22) juga membagi tahapan perkembangan tersebut menjadi 4 tahap namun terdapat perbedaan pada rentang waktu dari satu tahap ke tahap berikut sebagaimana dikemukakan berikut:

• Tahap I : 0,0 sampai 2,0 tahun, usia asuhan
• Tahap II : 2,0 sampai 12,0 tahun, masa pendidikan jasmani dan latihan panca indera.
• Tahap III : 12,0 sampai 15,0 periode pendidikan akal.
• Tahap IV : 15,0 sampai 20,0 periode pendidikan watak dan pendidikan agama.

Terlepas dari perbedaan-perbedaan sebagaimana tampak dalam uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa setiap individu dari waktu ke waktu sebenarnya mengalami perkembangan, walaupun dalam perkembangannya itu tidak persis sama antara satu individu dengan individu lainnya, baik segi masa (waktu) perkembangan suatu organ fisik maupun secara psikologis. Ketidaksamaan itu bias jadi disebabkan oleh pemenuhi gizi, cara belajar dan lingkungan fisik maupun psikologisnya.

Harapan-Harapan pada Tahapan Perkembangan

Setiap kelompok budaya mengharap anggotanya menguasai keterampilan tertentu yang penting dan memperoleh pola perilaku yang disetujui pada berbagai usia sepanjang rentang kehidupan. Havighurst (Hurlock; terjemah; 1980, 9) menamakannya; “tugas-tugas dalam perkembangan”, yaitu tugas yang muncul pada saat atau sekitar suatu periode tertentu dari kehidupan individu yang jika berhasil akan menimbulkan rasa bahagia dan membawa kearah keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas berikutnya. Akan tetapi kalau gagal menimbulkan rasa tidak bahagia dalam kesulitan dalam menghadapi tugas-tugas berikutnya.

Ada empat faktor (Hurlock, 1980; 9, Yusuf L.N, 2007; 66, Yusuf L.N dan Nurikhsan, 2006; 197) yang mengakibatkan munculnya tugas-tugas dalam perkembangan, yaitu: 1) kematangan fisik, seperti belajar jalan. 2) tekanan-tekanan budaya dari masyarakat, seperti belajar membaca, dan 3) nilai-nilai dan aspirasi-aspirasi individu, seperti memilih dan mempersiapkan sesuatu.

Tugas-tugas dalam perkembangan mempunyai tiga macam tujuan yang sangat berguna. Pertama; sebagai penunjuk bagi individu untuk mengetahui apa yang diharapkan masyarakat dari mereka pada usia-usia tertentu. Kedua; dalam memberi motivasi kepada setiap individu untuk melakukan apa yang diharapkan dari mereka oleh kelompok sosial pada usia tertentu sepanjang kehidupan mereka. Ketiga; menunjukkan kepada setiap individu tentang apa yang akan mereka hadapi dan tindakan apa yang diharapkan dari mereka kalau sampai pada tingkat perkembangan berikutnya.

Tugas-tugas perkembangan dimaksud sebagaimana dirinci oleh Havighurst (Hurlock; terjemah; 1980; 10 dan Nurikhsan, 2007; Materi Pokok Perkembangan Peserta Didik, 92-94) sebagai berikut:

1. Masa Bayi Dan Masa Anak-Anak Awal (0 – 6 tahun)

1) Belajar berjalan;

2) Belajar mengambil benda-benda;

3) Belajar berbicara;

4) Belajar menguasai benda;

5) Mempelajari perbedaan jenis dan perilakunya;

6) Mencapai stabilitas fisiologis;

7) Pembentukan konsep (pengertian) sederhana tentang realitas fisik dan sosial;

8) Belajar menciptakan hubungan dirinya secara emosional kepada orang tuanya, saudara-saudaranya, dan orang lain;

9) Belajar membedakan salah-benar.

2. Masa Kanak-Kanak Akhir Dan Masa Sekolah (6 – 12 tahun)

1) Belajar keterampilan fisik untuk pertandingan biasa sehari-hari;

2) Membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sebagai organisme yang sedang tumbuh kembang;

3) Belajar bergaul dengan teman-teman sebayanya;

4) Belajar peranan sosial yang sesuai sebagai pria atau wanita;

5) Mengembangkan keterampilan dasar dalam membaca, menulis dan berhitung;

6) Mengembangkan konsep-konsep yang perlu bagi kehidupan sehari-hari;

7) Mengembangkan kata hati, moralitas dan suatu skala nilai-nilai;

8) Mencapai kebebasan pribadi;

9) Mengembangkan sikap-sikap terhadap kelompok-kelompok dan institusi-institusi sosial.

3. Masa Remaja (12 – 21 tahun)

1) Mencapai hubungan-hubungan yang baru dan lebih matang dengan teman-teman sebaya dari kedua jenis;

2) Mencapai suati peranan sosial sebagai pria atau wanita;

3) Menerima dan menggunakan fisiknya secara efektif;

4) Mencapai kebebasan emosional dari orangtua dan orang lainnya;

5) Mencapai kebebasan keterjaminan ekonomis;

6) Memilih dan mempersiapkan diri untuk suatu pekerjaan/jabatan;

7) Mempersiapkan diri bagi persiapan perkawinan dan berkeluarga;

8) Mengembangkan konsep-konsep dan keterampilan intelektual yang diperlukan sebagai warganegara yang kompeten;

9) Secara sosial menghendaki dan mencapai kemampuan bertindak secara bertanggung jawab;

10) Mempelajari dan mengembangkan seperangkat system nilai-nilai dan etika sebagai pegangan untuk bertindak.

4. Masa Dewasa Awal (21 – 40 tahun)

1) Memilih pasangan;

2) Belajar hidup dengan pasangan;

3) Memulai suatu kehidupan berkeluarga;

4) Memelihara anak;

5) Mengelola rumh tangga;

6) Memulai bekerja;

7) Mengambil tanggung jawab sebagai warganegara;

8) Menemukan suatu kelompok yang serasi;

5. Masa Setengah Baya (40 – 60 tahun)

1) Mencapai tanggung jawab sosial dan kewarganegaraan secara lebih dewasa;

2) Membantu anak-anak yang berusia belasan tahun (khususnya anak kandungnya sendiri) agar berkembang menjadi orang-orang dewasa yang bahagia dan bertanggung jawab;

3) Mengembangkan aktifitas dan memanfaatkan waktu luang sebaik-baiknya bersama orang-orang dewasa lainnya;

4) Menghubungkan diri sedemikian rupa dengan pasangannya (dengan suami atau isteri) sebagai pribadi yang utuh;

5) Menerima dan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan psokologis yang lazim terjadi pada masa setengah baya;

6) Mencapai dan melaksanakan penampilan yang memuaskan dalam karier (profesi dan jabatannya)

7) Menyesuaikan diri dengan perikehidupan (khususnya dalam hal cara bersikap dan bertindak) orang-orang yang berusia lanjut.

6. Masa Usia Tua (60 tahun – meninggal)

1) Menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan dan kesehatan jasmaniahnya;

2) Menyesuaikan deiri dengan keadaan pensiun dan berkurangnya penghasilan;

3) Menyesuaikan diri dengan kematian pasangannya (isteri atau suaminya);

4) Membina hubungannya dengan lugas dengan para anggota kelompok seusianya;

5) Membina pengaturan jasmani sedemikian rupa agar memuaskan dan sesuai dengan kebutuhannya;

6) Menyesuaikan diri terhadap peranan-peranan sosial dengan cara yang luwes.



Implikasinya Terhadap Pendidikan

Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa harapan social masyarakat terhadap setiap individu adalah menguasai keterampilan tertentu yang penting dan memperoleh pola perilaku yang disetujui pada berbagai usia sepanjang rentang kehidupan. Namun dalam kenyataan untuk mencapai tugas-tugas perkembangan tersebut tidak sedikit yang mengalami kegagalan. Hal ini menurut Hurlock (1980; 10-11) ada dua konsekuensi yang serius. Salah satunya adalah pertimbangan sosial yang kurang menyenangkan yang tidak dapat dihindari. Para anggota kelompok sebaya individu menganggapnya sebagai belum matang, cap yang membawa stigma pada usia berapapun. Hal ini mengakibatkan penilaian diri kurang menyenangkan dan akhirnya menumbuhkan konsep diri yang kurang menyenangkan pula. Konsekuensi lain adalah dasar untuk penguasaan tugas-tugas berikutnya dalam perkembangan menjadi tidak adekuat. Karena itulah individu tertinggal terus dari kelompok sebayanya dan keadaan ini menambah perasaan tidak adekuat mereka.

Mengacu pada alasan-alasan tersebut di atas, maka pendidikan (sekolah) mempunyai peranan yang sangat penting dalam membantu individu (siswa) untuk mencapai taraf perkembangan yang optimal. Sebagaimana disampaikan oleh Yusuf L.N dan Nurikhsan (2006; 201) bahwa: Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan komponen pendidikan yang dapat membantu para siswa atau mahasiswa dalam proses perkembangannya.

Demikian dapat dipahami bahwa implikasi dari tahapan perkembangan individu terhadap pendidikan adalah dengan memahami tahapan perkembangan individu atau perserta didik maka setiap pendidik secara optimal berupaya membantu mengembangkan potensi peserta secara optimal pula. Nurikhsan ( 2007; 80) menegaskan, semakin banyak mahasiswa mempelajari tentang tahapan perkembangan individu peserta didik, diperkirakan akan semakin baik mereka dalam membimbing individu peserta didik.