BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Intelektual
berhubungan dengan proses mencari keseimbangan antara apa yang mereka rasakan
dan mereka ketahui pada suatu sisi dengan apa yang mereka lihat suatu fenomena
baru sebagai pengalaman atau persoalan.
Perkembangan
kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu proses yang didasarkan
atas mekanisme biologis perkembangan system syaraf yang akan mengembangkan
kemampuan intelegensi seseorang. Dengan makin bertambahnya umur seseorang, maka
makin komplekslah susunan sel syarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya.
Ketika individu berkembang menuju kearah kedewasaan, akan mengalami adaptasi
biologis dengan lingkungannya yang akan menyebabkan adanya perubahan-perubahan
kualitas didalam struktur kognisinya. Piaget tidak melihat perkembangan kognitif
sebagai suatu yang dapat didefenisikan secara kuantitatif tetapi daya pikir
atau kekuatan mental anak yang berbeda
usia berbeda pula secara kualitatif.
Proses
asimilasi dan akomodasi mempengaruhi faktor kognitif. Perubahan struktur
kognitif merupakan fungsi dari pengalaman dan kedewasaan anak yang terjadi
melalui tahap-tahap perkembangan tertentu. Proses belajar seseorang akan
mengikuti pola dan tahapan perkembangan
sesuai dengan umurnya. Pola dan tahapan ini bersifat hirarkis, artinya harus
dilalui berdasarkan urutan tertentu dan seseorang tidak dapat belajar sesuatu
yang berada diluar tahap kognitifnya.
Seseorang
dapat terus mengembangkan dan menambah pengetahuannya sekaligus menjaga
stabilitas mental dalam dirinya, maka diperlukan proses penyimbangan. Proses
penyimbangan yaitu menyimbangkan antara lingkungan luar dengan struktur
kognitif yang ada didalam dirinya. Proses inilah yang disebut ekuilibrasi.
Tanpa proses ekuilbrasi, perkembangan kognitif seseorang akan mengalami
gangguan dan tidak teratur (disorganized).
Persoalan
mengenai usia berapa hari, berapa minggu atau berapa bulan aktifitas ranah
kognitif mulai mempengaruhi perkembangan intelektual manusia sulit di tentukan.
Namun,yang lebih mendekati kapasitas dan dapat dipedomani adalah hasil-hasil
riset para ahli psikologi kognitif yang menyimpulkan bahwa aktivitas ranah
kognitif manusia itu pada prinsipnya sudah berlangsung sejak masa bayi yakni
rentang kehiupan antara 0-2 tahun.
Berdasarkan uraian latarbelakang di atas, penulis
mencoba mengkaji tentang Bagaimana perkembangan intelekual anak dari setiap
tahapan perkembangan, dan Baaimana implikasi teori perkembangan intelektual
terhadap pendidikan anak.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Perkembangan Intelektual Anak
Kata
intelek dapat dibandingkan dengan kata intelegensi yaitu kemampuan untuk
mengadakan penyesuaian terhadap suatu situasi atau masalah yang meliputi
berbagai jenis kemampuan psikis seperti: abstrak, berpikir mekanis, matematis,
memahami, mengingat, berbahasa, dan sebagainya.
Perkembangan
intelektual berfokus pada bagaimana
mengembangkan perilaku kognitif anak. Sebagian besar psikologi terutama
kognitivitas (ahli psikolog kognitif) berkeyakinan bahwa proses perkembangan
kognitif manusia mulai berlangsung sejak
ia baru lahir. Bekal dan modal dasar perkembangan manusia, yakni kapasitas
motor dan kapasitas sensori ternyata sampai batas tertentu, juga dipengaruhi
oleh aktivitas ranah kognitif. Campur tangan sel-sel otak terhadap perkembangan
bayi baru dimulai setelah ia berusia 5 bulan saat kemampuannya sensorinya
(seperti melihat dan mendnagr) benar mulai tampak.
Perkembangan intelektual dapat dideskripsikan dengan
dua cara yaitu kuantitatif dan kualitatif
1. Perkembangan Fungsi-fungsi Kognitif Secara
Kuantitatif
Deskripsi
perkembangan fungsi-fungsi kognitif secara kuantitatif dapat di kembangkan
berdasarkan hasil laporan berbagai studi pengukuran dengan menggunakan tes
intelegensi sebagai alat ukurnya, yang dilakukan secara longitudinal terhadap
sekolompok subyek dari dan sampai ketingkatan usia tertentu secara tes-retest
yang alat ukurnya disusun secar sekuensial (Stanford revision binet test).
Dengan
menggunakan hasil pengukuran test intelegensi yang mencakup general
information and verbal analogis, jones dan conrod (loree dalam
Nurikhsan.J, 2007 : 138) elah mengembangkan sebuah kurva perkembangan
intelegensi yang dapat ditafsirkan antara lain sebagai berikut:
1. Laju perkembangan intelegensi pada masa anak
belangsung sangat pesat
2. Terdapat variasi dalam saatnya dan laju kecepatan
deklinasi menurut jenis-jenis kecakapan khusus tertentu.
Bloom dalam
Nurikhsan. J, 2007 melukiskan berdasarkan hasil longitudinal, bahwa
dengan berpatokan kepada hasil tes IQ pada 17 tahun dari sekelompok subyek kita
dapat membandingkan dengan hasil-hasil test IQ dari masa-masa sebelumnya yang
ditempuh oleh subyek yang sama, kita dapat melihat perkembangannya.
Perkembangan persentasi taraf kematangan dan
kesempurnaannya sebagai berikut:
a. Usia 1 tahun Berkembang sampai
sekitar 20 % -nya
b. Usia 4 tahun Sekitar 50 % -nya
c. Usia 8 tahun Sekitar 80 % -nya
d. Usia 13 tahun Sekitar 92 % -nya
Hasil studi Bloom ini tampaknya menunjang hasil studi
Jones dan Conred di atas.
2. Perkembangan Perilaku Kognitif secara Kualitatif
Menurut
para ahli psikologi kognitif, pendayagunaan kapasitas ranah kognitif manusia
sudah mulai berjalan sejak manusia itu mulai mendayagunakan kapasitas motor dan
sensorinya. Hanya cara dan intensitas pendayagunaan kapasitas ranah kognitif
tersebut tentu masih belum jelas benar.
Aktifitas
ranah kognitif manusia itu pada prinsipnya sudah berlangsung sejak masa bayi,
yakni rentang kehidupan antara 0-2 tahun. Hasil-hasil riset kognitif yang dilakukan
menyimpulkan bahwa semua bayi manusia sudah berkemampuan menyimpan
informasi-informasi yang berasal dari penglihatan, pendengaran dan
informasi-informasi lain yang diserap melalui indera-indera lainya. Selain itu
bayi juga berkemampuan merespons informasi-informasi tersebut secara
sistematis.
Studi
yang intensif pernah dilakukan oleh piaget (mulai tahun 1920-1964) dan
rekan-rekannya. Piaget membagi proses perkembangan fungsi-fungsi dan perilaku
kognitif itu kedalam empat tahapan utama yang secara kualitatif setiap tahapan
menunjukan karakteristik yang berbeda-beda. Tahapan perkembangan kognitif itu sebagai
berikut:
a. Sensori-Motor Period (0-2) Tahun
Selama
perkembangan dalam periode ini sensori-motor yang berlangsung sejak lahir
sampai 2 tahun, intelegensi (kecerdasan) yan dimiliki anak tersebut masi
berbentuk primitive dalam arti masih didasarkan pada perilaku terbuka meskipun
primitive dan terkesan tidak penting, intelegensi sensori-motor sesungguhnya
merupakan intelegensi dasar yang amat berarti karena ia menjadi fondasi untuk
tipe-tipe intelegensi tertentu yang akan dimiliki anak tersebut kelak.
Intelegensi
sensori-motor dipandang sebagai intelegensi praktis (pracitical intelegence)
yang berfaidah bagi anak usia 0-2 tahun untuk belajar berbuat terhadap
lingkungannya sebelum ia mampu berpikir mengenai apa yang sedang ia perbuat.
Anak pada periode ini belajar bagaimana mengikuti dunia kebendaan secara
praktis dan belajar menimbulkan efek tertentu tanpa memahami apa yang sedang ia
perbuat kecuali hanya mencari cara melakukan perbuatan diatas.
Ketika
seorang bayi berinteraksi dengan ingkungannya, ia akan mengasimulasikan skema
sensori motornya sedemikian rupa dengan mengerahkan kemampuan akomodasi yang ia
miliki hingga mencapai ekuilibrium yang memuaskan kebutuhannya. Proses seperti
ini dilakukan bayi ketika ia hendak memenuhi dorongan lapar dan dahaganya
maupun ketika bermain dengan benda-benda mainan yang ada disekitarnya.
Pada
asarnya bayi sudah mengenal bahkan memahami objek-objek disekitarnya termasuk
susu ibunya, meskipun hanya dengan skema sensori. Dengan skema sensorimotor ini
bayi mengenali benda-benda sebagai konfigurasi-konfigurasi (gambaran bentuk
sesuatu) sensori yang stabil (diam dan tetap).
Jadi prestasi intelektual yang dicapai dalam periode
ini ialah perkembangan bahasa, hubungan tentang objek, control skema, kerangka
berpikir, pembentukan pengertian, pengenalan hubungan sebab akibat. Perilaku
kognitif yang tampak antara lain :
a. Menjadi dirinya berbeda dari benda-benda lain
disekitarnya
b. Sensitive terhadap ransangan suara dan bahaya
c. Mencoba bertahan pada pengalaman-pengalaman yang
menarik
d. Mendefenisikan objek/benda dengan memanipulasi
e. Mulai memahami ketepatan makna suatu objek meskipun
lokasi dan posisinya berbeda
b. Pre-operational Period (2-7) tahun
Periode
perkembangan kognitif pra-operasional terjadi dalam diri anak ketika berumur 2
sampai 7 tahun. Perkembangan ini bermula pada saat telah memiliki penguasaan
sempurna mengenai objeck permanence. Artinya, anak tersebut sudah memiliki
kesadaran akan tetap eksisnya suatu benda yang harus ada atau biasa ada,
walaupun benda tersebut sudah ia tinggalkan, atau sudah tak dilihat dan tidak
didengar lagi. Jadi, eksistensinya (wujud/adanya) benda tersebut berbeda dengan
periode sensori-motor, tidak lagi bergantung pada pengamatannya belaka.
Kognitif
yang memukinkan anak berpikir dan menyimpulkan eksistensi sebuah benda atau
kejadian tertentu walaupun benda atau kejadian itu berada diluar pandangan,
pendengaran atau jangkauan tangannya. Representasi mental juga memungkinkan anak
untuk mengembangkan diferred-imitation (peniruan yang tertunda) yakni
kapasitas meniru perilaku orang lain yang sebelumnya pernah ia lihat untuk
merespons lingkungan.
Seiring
dengan munculnya kapasitas diferred-imitation, muncul pula gejala insight-learning,
yakni gejala belajar berdasarkan tilikan akal. Dalam hal ini anak mulai mampu
melihat situasi problematic, yakni memahami bahwa sebuah keadaan mengandung
masalah, lalu berpikir sesaat kemudian memperoleh reaksi aha, yaitu pemahaman
atau ilham spontan untuk memecahkan masalah versi anak-anak.
Dalam
periode ini perkembangan pra-operasinal, yang sangat penting adalah
diperolehnya kemampuan berbahasa. Dalam periode ini anak mulai mampu
menggunakan kata-kata yang benar dan mampu pula mengekspresikan kalimat-kalimat
pendek tetapi efektif.
Kemampuan-kemampuan
skema kognitif anak dalam rentang 2-7 tahun memang masih sangat terbatas, amun
demikian secara kualitatif, fenomena perilaku-perilaku ranahcipta, sudahsangat
berbeda dengan kemampuan intelegensi sensori-motor yan dimiliki anak ketika
berusia 0-2 tahun. Perilaku kognitif yang tampak pada usia (2-7) tahun dibagi
dalam 2 tahapan yaitu pre operasional yaitu umur (2-4) tahun adalah sebagai
berikut:
a. Self -Contred dalam memandang dunianya
b. Dapat mengklasifikasikan objek-objek atas dasar suatu
ciri tertentu yang memiliki cirri yang sama, mungkin pula memiliki perbedaan
dalam hal yang lainnya
c. Dapat melakukan koleksi benda-benda berdasarkan suatu
ciri atau kriteria tertentu
d. Dapat menyusun benda-benda tetapi belum dapat menarik
inferensi dari dua benda yang tidak bersentuhan meskipun terdapat dalam susunan
yang sama
Sedangkan tahapan intuitif yaitu (4-7) tahun adalah
sebagai berikut :
a. Anak dapat membentuk kelas atau kategori objek, tetapi
kurang disadarinya
b. Anak mulai mengetahui hubungan secara logis terhadap
hal-hal yang lebih kompleks
c. Anak dapat melakukan sesuatu terhadap sejumlah ide
d. Anak mampu memperolehprinsip-prinsip secara benar. Dia
mengerti terhadap sejumlah objek yang teratur dan cara mengelompokkannya.
c. Concrete Operasional Period (7-11 or 12 ) tahun
Berakhirnya
tahapan perkembangan pra-operasional tidak berarti berakhirnya pula tahap
berpikir intiutif yakni berpikir dengan mengandalkan ilham. Tetapi dalam
periode konkrit-operasional yang berlangsung hingga usia menjelang remaja, anak
memperoleh tambahan kemampuan yang disebut system of operation (satuan
langkah berpikir). Kemampuan ini berfaidah bagi bagi anak untuk
mengkoordinasikan pemikiran-pemikiran dan idenya dengan peristiwa tertentu
kedalam system pemikirannya sendiri.
Dalam
intelegensi operasional anak yang berada pada tahap konkrit-operasional
terdapat system operasi konkrit yang meliputi : 1) conservation; 2) addition
of clasess; dan 3) multiplication of clasess.
Conservation (konservasi/pengekalan) adalah kemampuan anak dalam memahami aspek-aspek
kumulatif materi, seperti volume dn jumlah. Anak yang mampu mengenali sifat
kuantitatif sebuah benda dan mampu mengklasifikasikan angka-angka atau
bilangan, berarti anak tersebut sudah mampu menkonservasi pengetahuan tertentu.
Addition of clasess (penambahan golongan benda) yakni kemampuan anak
dalam memahami cara mengkobinasikan beberapa golongan benda yang dianggap
berkelas lebuh rendah, seperti mawar da melati dan menghubungkan dengan
golongan benda yang berkelas tinggi.
Multiplecation of clasess ( pelipatgandaan golongan benda) yakni kemampuan yang
melibatkan pengetahuan mengenai cara mempertahankan dimensi-dimensi benda
(seperti warna bunga dan tipe bunga0 untuk membentuk gabungan golongan benda.
Ciri
pokok perkembangan tahap ini adalah anak sudah mulai menggunakan aturan-aturan
yang jelas dan logis, dan ditandai adanya reversible dan kekekalan. Anak telah
memiliki kecakapan berpikir logis, akan tetapi hanya dengan benda-benda yang
bersifat konkrit. Anak sudah tidak perlu coba-coba dan membuat kesalahan,
karena anak sudah dapat berpikir dengan menggunakan model “kemungkinan” dalam
melakukan kegiatan tertentu.
3. Perkembangan Bahasa Anak
Bahasa
merupakan anugerah Allah SWT, yang dengannya manusia dapat mengenal atau
memahami dirinya, sesama manusia, sesame alam, dan penciptanya serta mampu
memposisikan dirinya sebagai sebagai makhluk berbudaya dan mengembangkan
budayanya.
Bahasa
sangat erat kaitannya dengan perkembangan berpikir individu. Perkembangan pikiran
idividu tampak dalam perkembangan bahasanya yaitu kemampuan membentuk
pengertian,menyusunpendapat, dan menarik kesimpulan. Perkembangan pikiran itu
di mulai pada usia 1,6 – 2,0 tahun, yaitu pada saat anak dapat menyusun kalimat
dua atau tiga kata.
Ada
beberapa indicator yang dapat di identifikasi dari perkembangan bahasa antara
lain : jumlah perbendaharaan kata (vocabulary), jeni, sruktur dan bentuk
kalimat, isi yang dikandungnya, gambar atau tulisan, bentuk gerakan gerakan
tertentu yang bersifat ekpresif.
Dengan menggunakan berbagai indicator tersebut maka
dapat dideskripsikan perkembangan bahasa pada manusia antara lain:
a. Pada masa 6
bulanpertama dari masa bayi, individu berinteraksi dan berkomunikasi dengan
lingkungannya secara spontan dan instinktif secara positif.
b. pada masa 6
bulan kedua dari masa bayi, bahasa sensori-motorik tersebut berangsur
berkurang. Sedangkan bahasa merabanya semakin terarah dan berbentuk dengan
dapatnya meniru kata-kata tertentu yang diucapkan orang disekitarnya.
c. Pada masa kanak-kanak individu sudah mengenal dan
menguasai sejumlah perbendaharaan kata.
d. Pada masa
anak sekolah, dengan dikuasainya ketrampilan membaca dan berkomunikasi dengan
orang lain, maka pada periode 6-8 tahun ia dengan senang hati sekali membaca
atau mendengar dongeng fantasi, usia 10-12 tahun gemar cerita yang bersifat
kritis.
B. Implikasi Teori Perkembangan Intelektual Terhadap
Pendidkan Anak.
Proses
perkembangan dengan proses belajar mengajar yang dikelolah para guru terdapat
benang merah yang mengikat kedua proses tersebut. Demikian eratnya ikatan
benang merah itu, hamper tak ada proses perkembangan siswa baik jasmani maupun
rohani sama sekali terlepas dari proses belajar mengajar sebagai
pengewejantahan proses pendidikan.
Program
pengajaran disekolah yang baik adalah ayang mampu memberikan dukungan besar
kepada siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangan mereka. Sehubungan
dengan ini, setiap guru disekolah selayaknya memahami seluruh proses dan tugas
perkebangan manusia, khususnya yang berkaitan dengan anak-anak yang duduk disekoah
dasar.
Dari
uraian diatas, maka implikasi pendidikan dari teori perkembangan intelektual
anak adalah sebagai berikut:
1. Guru dapat memberikan layanan bantuan dan bimbingan
yang tepat kepada para siswa, relevan dengan tingkat perkembangannya.
2. Guru dapat mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan
timbulnya kesylitan belajar siswa tertentu dan segerah mengambil
langkah-langkah yang tepat untuk menanggulanginya
3. Guru dapat menemukan dan menetapkan tujuan-tujuan
pengajaran materi pelajaran atau pokok bahasan pengajaran tertentu.
DAFTAR
PUSTAKA
Asri,C.Budiningsih. (2005) Belajar dan Pembelajaran.
Rineka Cipta: Jakarta
Fauzi.A, (1999) Psikologi Umum. Pustaka Setia: Bandung
Hurlock,B.E. (1980) Psikologi Perkembangan. Erlangga
Jakarta
Makmun,A.S. (2003) Psikologi Pendidikan. Remaja Rosda
Karya: Bandung
Nurihksan,J.(2007) Perkembangan Peserta Didik. UPI
Bandung: Bandung
Syah,M. (1995) Psikologi Perkembangan. Remaja Rosda
Karya: Bandung
Yusuf.S. (2007) Psikologi Perkembangan. Remaja Rosda
Karya: Bandung
Yusuf,S dan Nurikhsan,J. (2007) Landasan Bimbingan dan Konseling. Remaja
Rosda Karya: Bandung